PASAR KONSUMEN
DAN PERILAKU
DALAM PEMBELIAN
1.
Pengertian Pasar
konsumen
Pasar Konsumen adalah pasar semua
individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang dan jasa untuk
konsumsi pribadi.
2.
Model perilaku
pembeli
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Perilaku Konsumen
1.
Faktor-faktor
Budaya
a.
Budaya,
merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling dasar.
b. Sub-budaya,
masing-masing budaya yang lebih menampakkan kebangsaan, agama, kelompok ras dan
wilayah geografis.
2.
Kelas
sosial, memiliki beberapa ciri; pertama, orang-orang di dalam kelas sosial yang berbeda. Kedua, orang merasa dirinya menempati
posisi inferior atau superior diatas kelas sosial mereka. Ketiga, kelas sosial ditandai oleh sekumpulan variable satu
variable. Keempat, individu dapat
pindah dari satu tangga satu ke tangga lainnya pada kelas sosialnya selama masa
hidup mereka.
3.
Faktor-faktor
Sosial
a.
Kelompok
acuan.
Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang
memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau
perilaku seseorang tersebut.
b.
Keluarga
Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen
yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota acuan primer yang paling
berpengaruh.
c.
Peran
serta dan status sosial
Seseorang berpartisipasi ke dalam banyak kelompok
sepanjang hidupnya-keluarga, klub, organisasi. Peran meliputi kegiatan yang
diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Para pemasar menyadari potensi simbol
status produk
4.
Faktor-faktor
Pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi, meliputi :
a.
Usia
dan Tahap siklus hidup
Orang membeli barang dan jasa yang berbeda-beda
sepanjang hidupnya. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. Para
pemasar sering memilih sejumlah kelompok berdasarkan kelompok siklus hidup
sebagai sasaran mereka.
b.
Pekerjaan
dan Lingkungan Ekonomi.
Pakaian seseorang juga mempengaruhi pola
konsumsinya. Misalkan direktur membeli pakaian yang mahal, perjalanan dengan
pesawat udara. Para pemasar berusaha mengidentifikasikan kelompok pekerjaan dan
minat di atas rata-rata produk jasa mereka.
c.
Gaya
Hidup
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang
terungkap pada efektivitas, minat dan opininya. Gayahidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang “ yang
berinteraksi dengan lingkungannya. Para pemasar mencari hubungan antara produk
mereka dengan gaya hidup. Contohnya, perusahaan penghasil komputer mungkin
mendapatkan sebagian besar pembeli komputer berorentasi pada pencapaian
prestasi. Para pemasar dapat dengan lebih jelas mengarahkan mereknya ke gaya
hidup orang yang berprestasi.
d.
Kepribadian
Dan Konsep-Diri. Masing-masing orang memiliki
karakteristik kepribadian yang berbeda yang mempengaruhi perilaku pembelian.
Yang dimaksud kepribadian adalah ciri bawaan manusia (human psycologicl traits) yang terbedakan yang menghasilkan
tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama menggunakan ciri bawaan
seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan
bersosialisasi, pertahanan diri dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian dapat
menjadi variabel yang sangat berguna dalam menganalisis pilihan merek konsumen.
5.
Psikologis
a.
Motivasi.
Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa kebutuhan
bersifat biogenis; kebutuhan yang muncul dari tekanan biologis seperti haus,
tidak nyaman. Kebutuhan lain bersifat psikogenis; kebutuhan itu muncul karena
tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa
keanggotaan kelompok. Kebutuhan akan menjadi motif jika didorong hingga
mencapai level intensitas yang memadahi. Motif
adalah kebutuhan yang memadahi untuk mendorong seseorang bertindak. Para
psikolog mengembangkan teori-teori motivasi manusia. Tiga teori paling
terkenal-teori Sigmund Freud, Abraham Maslow dan Frederick
Herzberg.
Teori
Freud. Sigmund Freud mengasumsikan bahwa kekuatan
psikologis yang membentuk prilaku manusia sebagian besar tidak disadari dan
bahwa seseorang tidak dapat sepenuhnya memahami motivasi dirinya. Teknik yang
disebut perjenjangan (laddering) dapat digunakan untuk
menelusuri motivasi seseorang mulai motivasi yang bersifat alat sampai motivasi
yang bersifat tujuan.
Ketika seseorang mengamati merek-merek tertentu, ia
akan bereaksi tidak hanya pada kemampuan yang terlihat nyata pada merek-merek
tersebut, melainkan juga pada petunjuk (clues)
lain yang samar: wujud, ukuran, berat, bahan, warna dan nama merek dapat memicu
assosiasi (arah pemikiran) dan emosi tertentu.
Teori
Maslow. Abraham Maslow berusaha menjelaskan mengapa orang
mendorong oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. Mengapa seseorang
menghabiskan waktu dan tenaga besar untuk mendapatkan keamanan pribadi
sedangkan orang lain untuk mendapatkan penghargaan dari sesamanya. Berdasarkan
urutan tingkat kepentingannya, kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan
fisik, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan
kebutuhan aktualisasi diri.Orang akan berusaha memuaskan dulu kebutuhan mereka
yang paling penting.
Jika seseorang berhasil memuaskan kebutuhan yang
paling penting, kemudian dia akan berusaha memuaskan kebutuhan penting lainnya.
Contohnya, pria yang kelaparan (kebutuhan no 1) tidak akan tertarik pada
kejadian-kejadian terbaru di dunia seni (kebutuhan no 5), juga tidak peduli
apakah ia akan menghirup udara yang bersih (kebutuhan no 2) Namun juga ia telah
memiliki cukup makanan dan minuman, kebutuhan terpenting berikutnya menjadi
mendesak.
Teori Maslow membantu para pemasar memahami cara
bermacam-macam produk menyesesuaikan dengan, sasaran dan kehidupan konsumen.
Teori
Hezberg. Frederick Herzberg mengembangkan teori dua-faktor
yang membedakan dissatisfier
(faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan) dan satisfiers (faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan).
Ketidak-adanya disstatiesfier tidak cukup sebaliknya, satisfier harus ada secara aktif untuk memotivasi pembelian.
Contohnya komputer yang tidak memiliki garansi akan dissratisfier. Namun adanya garansi produk tidak akan menjadi
pemuas atau motivator pembelian, karena garansi itu bukan merupakan sumber
kepuasan instrinsik komputer. Kemudahan penggunaan akan merupakan statisfier.
Teori motivasi ini mempunyai dua implikasi. Pertama,
para penjual harus berusaha sebaik-baiknya untuk mengindari disstatisfier. Kedua, para pabrikan
harus mengidentifikasi satisfier atau
motivasi utama pembelian di pasar dan kemudian menyediakan faktor satisfier itu. Satisfier akan menghasilkan perbedaan besar terhadap merek apa yang
dibeli pelanggan.
b.
Persepsi.
Seseorang yang termotivasi siap bertindak. Bagaimana
tindakan sebenarnya seseorang yang termotivasi akan dipengaruhi terhadap
situasi tertentu. Persepsi adalah
proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi dan
mengiterpretasi masukan indormasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki
arti.
c.
Pembelajaran.
Ketika orang bertindak, mereka belajar. Pembelajaran
meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.
d.
Keyakinan
dan sikap. Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan
keyakinan dan sikap. Keduanya mempengaruhi perilaku pembelian mereka. Keyakinan (belief) adalah gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang
gambaran sesuatu.
4. Poses Keputusan Pembelian
a.
Peran
pembelian
Kita dapat membedakan
lima peran yang dimainkan orang dalam keputusan pembelian
v Pencetus:
Orang yang pertama kali mengusulkan untuk membeli produk atau jasa
v Pemberi pengaruh:Orang
yang pandangan atau sarannya mempengaruhi keputusan.
v Pengambil keputusan
: Orang yang mengambil keputusan mengenai komponen keputusan pembelian-apakah
membeli, bagaimana dan dimana akan membeli.
v Pembeli
: Orang yang melakukan pembelian yang sesungguhnya.
v Pemakai
: Seseorang yang mengkonsumsi atau memggunakan produk atau jasa tertentu.
b.
Perilaku
Pembelian
Keputusan konsumen berbeda-beda, bergantung pada
jenis keputusan pembelian. Keputusan
pembelian pasta gigi, raket tenis, komputer pribadi dan mobil baru akan
sangat berbeda.pembelian yang rumit dan mahal mungkin akan melibatkan lebih
banyak pertimbangan pembeli dan lebih banyak peserta.
Perilaku
Pembelian Yang Rumit. Perilaku yang terdiri dari proses
tiga langkah. Pertama, pembeli
mengembangkan keyakinan tentang produk tertentu. Kedua, ia membangun sikap tentang produk tersebut. Ketiga, ia membuat pilihan pembelia
yang cermat. Konsumen terlibat dalam perilaku pembelian yang rumit bila mereka
sangat terlibat dalam pembelian dan sadar akan adanya perbedaan besar antar
merek. Produk yang rumit itu lazim terjadi bila produknya mahal, jarang dibeli,
beresiko dan sangat mengekspresikan-dirinya seperti mobil.
Pemasar produk dengan keterlibatan tinggi harus
memahami pengumpulan informasi dan evaluasi perilaku konsumen. Pemasar perlu
menyusun strategi yang dapat membantu pembeli mempelajari atribut-atribut
produk pada tingkat kepentingan relatif atribut tersebut, serta dapat menarik
perhatian konsumen. Pemasar perlu
mendiferensiasi fitur merek, menggunakan media cetak untuk menjelaskan manfaat
merek tersebut dan memotivasi staf penjualan toko serta kenalan dari pembeli
untuk mempengaruhi pemilihan akhir merek.
Perilaku
pembelian Pengurangan Ketidaknyamanan. Kadang-kadang
konsumen sangat terlibat dalam pembelian namun melihat perbedaan
antarmerek.Dalam kasus itu pembeli akan berbelanja dengan berkeliling untuk
mempelajari merek yang tersedia. Komunikasi pemasaran harus memasok keyakinan
dan evaluasi yang membantu konsumen merasa puas terhadap pilihannya.
Perilaku
Pembelian Karena kebiasaan. Banyak produk dibeli pada kondisi
rendahnya keterlibatan konsumen dan tidak adanya perbedaan antarmerek yang
signifikan. Misalnya garam. Para konsumen memilki sedikit keterlibatan pada
jenis produk itu. Mereka pergi ke toko dan mengambil merek tertentu. Jika
mereka mengambil merek yang sama hal itu karena kebiasaan, bukan kesetiaan yang
kuat terhadap merek. Terdapat bukti yang cukup bahwa konsumen memliki
keterlibatan yang rendah dalam pembelian sebagian besar produk yang murah dan
sering dibeli. Para pemasar menggunakan empat
teknik untuk berusaha mengubah produk dengan keterlibatan rendah menjadi
keterlibatan tinggi. Pertama, mereka
dapat mengaitkan produk dengan beberapa isu menarik keterlibatan, seperti
ketika pasta gigi Crest dikaitkan dengan usaha menghindari gigi berlubang. Kedua, mereka dapat mengaitkan produk
dengan beberapa situasi pribadi dengan menarik keterlibatan contohnya dengan
mengiklankan merek kopi setiap pagi ketika berhubungan dengan rasa kantuk. Ketiga, mereka dapat merancang iklan
yang dapat memicu emosi yang berhubungan dengan nilai pribadi dan ego. Keempat, mereka dapat menambah fitur
yang penting.
Perilaku
Pembelian Yang Mencari Variasi. Beberapa situasi
pembelian ditandai keterlibatan yang rendah perbedaan antar merek signifikan.
Dalam situasi, konsumen sering melakukan peralihan merek. Pemimpin pasar berusaha mendorong perilaku pembelian karena
pembelian karena kebiasaan dengan cara mendominasi ruang rak penjualan,
menghindari kekurangan persediaan dan sering mensponsori iklan untuk
mengingatkan konsumen. Perusahaan
penantang akan mendorong para pencari variasi dengan menawarkan harga yang
lebih rendah, obral, kupon, contoh gratis dan iklan yang menyajikan alasan
untuk mencoba sesuatu yang baru.
c.
Tahap-tahap Proses Pengambilan Keputusan
Upaya memahami perilaku pelanggan yang berkaitan
dengan produk disebut pemetaan sistem
konsumsi pelanggan.Siklus kegiatan pelanggan atau skenario pelanggan.
Pemetaan itu dapat dilakukan seperti pembelian mobil misalnya melibatkan gugus
kegiatan secara keseluruhan seperti memilih mobil, mendanai pembelian, membeli
asuransi, membeli assesoris dan lain-lain.
Proses
pembelian konsumen model 5 tahap:
1.
Pengenalan
masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali
masalah atau kebutuhan. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu
kebutuhan tertentu kemudian menyusun strategi pemasaran yang mampu memicu minat
konsumen.
2.
Pencarian
informasi
Konsumen yang terangsang kebutuhannnya akan
terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Perusahaan harus
menerapkan strategi yang dapat memasukkan mereknya ke dalam kumpulan kesadaran,
kumpulan pertimbangan, kumpulan pilihan calon pembelian.
Perusahaan harus mengidentifikasikan merek-merek lain dalam kumpulan pilihan
konsumen sehingga ia dapat merencanakan daya tarik yag membuat mampu bersaing.
3.
Evaluasi
alternatif
Bagaimana konsumen mengolah informasi merek yang
bersaing dan membuat penilaian akhir? Konsep dasar akan membantu kita memahami
proses evaluasi produk konsumen : Pertama,
konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua,
konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang sekumpulan atribut dengan kumpulan yang
berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk kepuasan kebutuhan
itu.
4.
Keputusan
pembelian
Para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek
yang ada di dalam kumpulan pilihan. Kumpulan tersebut juga dapat membentuk niat
untuk membeli merek yang paling disukai. Dua faktor berada diantara niat
pembelian dan keputusan pembelian.
a.
Faktor
pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap
orang lain meburangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada 2
hal.
·
Intesitas sikap negatif orang lain
terhadap alternatif yang disukai konsumen.
·
Motivasi konsumen menuruti keinginan
orang lain.
b.
Faktor
kedua adalah sikap orang lain. Yang dapat muncul dan
mengubah niat pembelian. Para pemasar harus memahami faktor-faktor yang
menimbukan perasaan dalam diri konsumen akan adanya resiko dan memberikan
informasi.
5.
Perilaku
pasaca pembelian
Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami
level kepuasan atau ketidak pastian tertentu.Tugas pemasar harus memantau
kepuasan pascapembelian dan pemakaian produk pascapembelian.
Kepuasan
Pasca Pembelian. Apa yang menentukan apakah pembeli akan
sangat puas, agak puas, atau tidak puas atas pembelian produk tertentu.
Pelanggan yang puas cenderung akan menceritakan
hal-hal yang baik tentang merek tersebut. Pemasar mengatakan,” Iklan kami yang terbaik adalah pelanggan
yang puas.” Pelanggan yang tidak puas mungkin akan membuang atau
mengembalikan produk tersebut. Mereka akan mengambil tindakan publik serta
mengajukan keluhan ke perusahaan tersebut pergi ke pengacara dan mengadu ke
kelompok-kelompok lain. Tindakan ini dapat berupa pemutusan untuk berhenti membeli produk tersebut.
Kejadian seperti ini penjual gagal memuaskan pelanggan tersebut.
5. Pemakaian dan Pembuangan Pasca Pembelian.
Para pemasar juga memantau cara pembeli memakai dan membuang produk tertentu.
Pemasar harus mengetahui cara mereka membuangnya, terutama jika produk tersebut
dapat merusak lingkungan (seperti kasus kemasan minuman dan popok sekali
pakai).
KASUS
DAN PENELITIAN
Konsumen
produk consumer goods Indonesia mau
membayar lebih untuk produk-produk premium. Tidak seperti yang diperkirakan
banyak produsen, konsumen Indonesia tidak loyal pada merek tertentu. Isi
keranjang belanjaan mereka cenderung homogen. Mereka memilih ukuran keranjang
dan kemasan produk yang kecil dan berbelanja berulang kali. Dan mereka
dipengaruhi oleh social media dan pemasaran digital. Meski pasar dikuasai oleh
sejumlah pemain besar, bukan berarti tidak ada kesempatan bagi small players maupun new players. Namun untuk memenangkan
pasar Indonesia, mereka harus memahami betul karakteristik konsumen, termasuk
bagaimana sikap dan perilaku mereka yang cenderung berubah ketika kondisi pasar
fluktuatif.
Untuk
memahami karakteristik konsumen Indonesia, Bain & Company bekerja sama
dengan lembaga survei Kantar Worldpanel melakukan studi pasar Indonesia dengan
merekam belanja harian 70 kategori produk dalam periode 1,5 tahun. Penelitian
tersebut mencakup 7.000 responden rumah tangga, 5.700 responden di perkotaan
dan 1.300 di pedesaan di seluruh Indonesia (kecuali Papua, Kepulauan Maluku,
dan Nusa Tenggara). “Kami merangkum temuan ini dari penelitian mendalam, antara
lain melalui wawancara dengan sejumlah pimpinan senior di berbagai perusahaan consumer goods, wawancara dengan para
ahli pasar, mendalami pengetahuan pribadi konsumen, dan melakukan survei dengan
data sekunder. Hasilnya, kami mengidentifikasi setidaknya ada lima
karakteristik konsumen Indonesia yang perlu diperhatikan oleh setiap perusahaan
consumer goods untuk memenangkan
pasar,” ungkap Nader Elkhwet, Partner Bain & Company di Jakarta.
Pertama, konsumen Indonesia membayar lebih untuk
produk-produk bermerek (premium) yang berkualitas atau bermanfaat secara
fungsional. Merek-merek premium memiliki pangsa jauh lebih besar dari pasar
yang dibayangkan di Indonesia. Mereka tumbuh lebih cepat daripada merek-merek
non-premium di beberapa kategori. Pasar shampoo adalah contoh yang tepat untuk
menggambarkan karakteristik konsumen pertama ini. Merujuk pada hasil riset
Kantar World Panel Survei 2012, merek-merek shampoo premium seperti Dove,
Clear, Pantene, Head & Shoulders, Sunsilk, dan Rejoice tercatat tumbuh
lebih cepat dibandingkan merek-merek non-premium (merek massal). Jika pada 2007
total revenue shampoo premium di Indonesia mencapai Rp 3 triliun, dengan
pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 11%, pada 2012 revenue-nya menjadi Rp 4,9
triliun. Sedangkan shampoo non-premium, pada kurun waktu yang sama rata-rata
pertumbuhan tahunan revenue-nya 8% sehingga pada 2012 menjadi pendapatannya
menjadi Rp 1,7 triliun. Karena premium, sekitar 60% merek shampoo dapat dijual
dengan harga lebih tinggi karena persepsi tentang kualitas, yang sebagian
dibentuk melalui iklan. “Tidak diragukan lagi, pasar premium yang tumbuh lebih
cepat dibandingkan pasar non-premium dikarenakan perusahaan multinasional dan
lokal yang menawarkan merek-merek premium cenderung memiliki jaringan
distribusi dan ruang pajang yang luas, yang memungkinkan mereka untuk
menjangkau lebih banyak pelanggan. Namun, kami juga percaya bahwa konsumen
Indonesia percaya pada janji kualitas atau manfaat fungsional yang lebih tinggi
yang ditawarkan produk-produk bermerek. Bahkan 60% merek shampoo dapat dijual
dengan harga lebih tinggi karena persepsi tentang kualitas, yang sebagian besar
dibentuk melalui iklan. Dan yang terpenting, mereka bersedia membayar lebih
untuk itu,” ujar Nader. Hal ini berlaku juga pada kategori makanan dan minuman.
Merek-merek premium seperti Aqua, yang dimiliki oleh Danone, kata Nader,
memperoleh 40% dari volume dan menjual 30% lebih mahal dari harga pasaran untuk
kategori air mineral dalam kemasan, kemungkinan besar karena persepsi kualitas
unggul dan keandalan sumber. Es krim yang ditawarkan oleh Unilever dan Campina,
lanjutnya, dijual 450% lebih mahal, dan kembang gula coklat yang ditawarkan
oleh merek terkenal Mondelez dan Petra dijual 75% lebih mahal karena keunggulan
rasa, bahan-bahan dan kualitas (dikombinasikan dengan iklan TV yang efektif).
Karakteristik kedua, konsumen Indonesia tidak loyal pada merek tertentu
seperti yang diperkirakan banyak produsen. Banyak produsen consumer goods cenderung melebih-lebihkan tingkat loyalitas
konsumen untuk merek dan produk mereka. Penelitian global Bain menunjukkan
bahwa perilaku konsumen berada pada dua titik ekstrem, loyalis dan repertoar.
Sebagian besar konsumen menunjukkan perilaku loyalis dan repertoar secara bersamaan, tergantung pada kategori. Perilaku
loyalis adalah berulang kali membeli merek yang sama untuk keperluan tertentu.
Kategori loyalis umumnya ditemukan pada konsumen atau pembeli susu formula
bayi, susu kental dan popok bayi. Sebaliknya, konsumen menunjukkan perilaku
repertoar ketika mereka membeli merek yang berbeda pada kesempatan atau
kebutuhan tertentu. Kategori repertoar umumnya mencakup kopi instan, biskuit,
dan shampoo. Dalam beberapa kategori produk terdapat perilaku belanja berbeda
di berbagai negara. Nader menjelaskan, konsumen Indonesia lebih terpolarisasi
dalam perilaku belanja mereka dibandingkan konsumen di banyak negara berkembang
lainnya. Konsumen Indonesia sangat loyal dalam beberapa kategori produk,
seperti sikat gigi dan tisu toilet. Namun, konsumen Indonesia menunjukkan
perilaku repertoar tingkat tinggi dalam beberapa kategori lain, seperti mi
instan dan shampoo, dengan membeli rata-rata hampir 6 merek per tahun.
Sebaliknya, rata-rata jumlah merek yang dibeli per rumah tangga di China,
setiap tahunnya sedikit bervariasi di semua kategori, mulai dari sekitar 1,6
merek (susu bubuk untuk bayi) sampai 4 merek (deterjen kain dan pasta gigi).
Perilaku loyalis di Indonesia sering didorong oleh terbatasnya pilihan dalam
beberapa kategori produk: sedikit merek tersedia, banyak kategori sangat
terkonsolidasi, dan ruang pajang terbatas di gerai-gerai ritel skala-kecil.
Dengan demikian, banyak konsumen berperilaku seolah-olah setia, padahal alasan
sesungguhnya loyal karena sedikitnya pilihan untuk mereka. Di sisi lain,
perilaku repertoar tinggi mungkin sering didorong oleh banyaknya merek buatan
lokal dalam beberapa kategori, seperti biskuit. Konsumen Indonesia juga lebih
memilih untuk berbelanja lebih sering dari pada konsumen di banyak negara lain.
Dalam hal ini, penelitian Bain menunjukkan bahwa ada korelasi antara frekuensi
belanja yang tinggi dengan jumlah merek yang dibeli di kategori repertoar.
Karakteristik ketiga, konsumen Indonesia mengisi
keranjang mereka dengan produk sejenis—dan umumnya bermerek sama di semua
daerah. Penelitian Bain menunjukkan bahwa perilaku belanja konsumen Indonesia
tergolong homogen. Sebagai contoh, pilihan sering terbatas karena konsolidasi
pasar dan sedikitnya ruang pajang di gerai-gerai ritel skala kecil yang
mendominasi di Indonesia. Terkait distribusi, hal ini berkaitan erat dengan
lanskap ritel Indonesia yang terfragmentasi dan didominasi oleh ritel
tradisional dan gerai ritel skala kecil. Hingga saat ini, total gerai ritel
tradisional di Indonesia sangat mendominasi, yaitu mencapai 2 juta gerai yang
terbagi atas physical space sebanyak 1 juta gerai, dan sisanya adalah mobile
points of sale. Sementara modern ritel diperkirakan berjumlah 19 ribu gerai.
Meski angkanya masih kecil, Bain memprediksi pada 2017 nilai bisnis ritel
modern yang terdiri dari Hypermarket, Supermarket, Convenience &Minimarket
tumbuh hingga 16% dari tahun 2007 yang mencapai sekitar USD 47 miliar.
Sedangkan ritel tradisional yang nilai bisnisnya diprediksi mencapai sekitar
USD 100 miliar pada 2017 rata-rata tumbuh 8% per tahun. “Pertumbuhan pasar
ritel modern memang cenderung cepat, namun pasar ritel tradisional akan tetap
mendominasi. Dan kami memperkirakan ritel tradisional akan tetap dominan,
bahkan ketika ritel modern skala kecil meraih pangsa pasar,” tutur Dominik.
Karakteristik keempat, konsumen Indonesia memilih ukuran keranjang dan kemasan
produk yang kecil dan berbelanja berulang kali. Di lingkungan pasar yang sedang
berkembang seperti Indonesia, konsumen cenderung memilih ukuran kemasan yang
lebih kecil, terutama karena harganya lebih terjangkau dan lebih mudah untuk
dibawa. Menurut data Kantar World Panel Survey 2012, konsumen Indonesia membeli
rata-rata 60 mililiter shampoo per pembelian, dan biasanya dibundel dalam enam
sachet yang masing-masing 10 gram. “Selain itu, belanja konsumen Indonesia
untuk shampoo, sekitar sekali setiap sembilan hari. Lalu, rata-rata ukuran
keranjang untuk mi instan adalah 300 gram dimana konsumen membeli mi tersebut
setiap tiga hari sekali . Hal ini ini merujuk pada fakta bahwa konsumen
Indonesia memiliki daya beli rendah dan lebih mengandalkan pada pasar
tradisional, yang umumnya menawarkan produk dengan ukuran kemasan yang lebih
kecil. Infrastruktur yang kurang berkembang dan pilihan transportasi juga ikut
menyebabkan hal tersebut.”
Karakteristik terakhir, konsumen Indonesia memanfaatkan sekaligus dipengaruhi social media dan
pemasaran digital. Indonesia adalah salah satu pengguna media sosial paling
banyak dan paling setia di dunia. Dengan total 30 juta akun aktif, Indonesia
merupakan pasar nomor lima untuk Twitter dari 500 juta pengguna aktif secara
global. Selain itu, Indonesia juga tercatat sebagai negara keempat dengan lebih
dari 60 juta pengguna aktif Facebook dari 1,1 miliar pemilik akun Facebook di
seluruh dunia. DKI Jakarta pun dinobatkan sebagai kota Facebook terbesar kedua
di dunia dengan lebih dari 7 juta pengguna aktif Facebook. Jejaring besar lain
yang banyak digunakan konsumen Indonesia adalah Mig33 dan YouTube. “Hal tersebut
sebagian dikarenakan pasar Indonesia dengan rata-rata usia 28 tahun memiliki
populasi anak muda yang cenderung menjadi pengguna jejaring sosial paling
aktif. Indonesia juga memiliki budaya mobile yang luar biasa, dengan
ketertarikan yang tinggi pada aplikasi-aplikasi social media di seluler.
Konsumen Indonesia, lanjutnya, juga sangat terbuka terhadap pemasaran digital.
Sebagai contoh, mereka menggunakan Twitter secara ekstensif untuk mendapatkan
informasi dan bantuan tentang suatu produk, dan mereka dengan mudah menyaksikan
iklan di Facebook atau YouTube. Sebagian, hal ini mungkin dikarenakan orang
Indonesia sangat bergantung pada informasi dari mulut ke mulut tentang suatu
merek.
Sumber
Pustaka
Kottler
Philip.2005. Manajemen Pemasaran, Jilid I.
Jakarta: PT indeks
http://www.kompasiana.com/dillah48cules/loyalitas-konsumen-studi-kasus-pada-konsumen-produk-consumer-goods_54f37c707455137a2b6c789f diakses
2016
cukup membantu. silakan bisa mengunjungi balik di sini ya. terima kasih...
BalasHapus